Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Translate

Blogroll

BISNIS ANDA KITA

Selasa, 08 September 2009

Pecel Madiun di Pekalongan

MENGARAHKAN - Arif Suyanto saat mengarahkan staf karyawannya.

PEKALONGAN - Menjajagi wisata kuliner memang terasa istimewa, utamanya jika terhidang menu masakan khas dari daerah lain. Seperti yang kini telah hadir, Pecel Madiun yang ada di area Grosir PPIP Pekalongan Jalan dr Wahidin.
Arif Suyanto, pemilik kedai Pecel Madiun menerangkan, awal mula dirinya membuka kedai pecel karena melihat belum adanya masakan asal Jawa Timur yang ada di Pekalongan. "Di Pekalongan masih jarang masakan dari Jawa Timur," ujarnya. Untuk itulah, setelah melalui surve di beberap lokasi dipilihlah area PPIP untuk menjajal pangsa pasar pecel asal Madiun ini. "PPIP juga cukup strategis untuk kawasan bisnis," tambahnya.
Selain itu, adiknya yang suka masak sering mendapat order pesanan dari beberapa orang. Sehingga semakin klop saja untuk membuka kedai pecel.
Pihaknya, menawarkan menu spesial pecel khas Madiun dan Rawon Surabaya. Dengan harapan akan mendapat pelanggan yang banyak dengan segmen pasar yang berkantong tidak terlalu tebal alias tampil murah, pada masa promosi dijualnya pecel dengan harga Rp 3 ribu dan rawon Rp 5 ribu.
Namun, ternyata konsumen yang tak lain kebanyakan dari para pebisnis juga turut hadir menjajal masakan Jawa Timur. "Maka dari itu sekarang harganya kami coba menjadi Rp 5 ribu untuk pecel dan Rp 7 ribu untuk rawon. Alhamdulillah tidak ada masalah," bebernya.
Awalnya dihargai Rp 3 ribu dengan alasan sebagai ajang promosi dan pengenalan masakan kepada konsumen Pekalongan. "Kami juga tidak banyak mendapat laba dari jualan pertama," terangnya. Sebab, dikatakan untuk membeli bumbunya yang langsung didatangkan dari Jawa Timur per 1 kg harganya Rp 40 ribu, "Ini hanya jadi cuma 20 porsi saja," terangnya. Sehingga tidak begitu menghasilkan untung, "Ya, sebagai ajang promosi," tambahnya.
Dengan format sederhana yang diterapkan di kedai Pecel Madiun ini diharapkan akan menjadikan konsumen yang melihat tidak akan silau dan tidak terkesan mahal. "Ini dibuat sederhana agar tidak terkesan mahal," jelas Arif yang asli Nganjuk Jawa Timur.
Setip hari kedainya selalu dikunjungi konsumen untuk sekadar mencicipinya. "Kira-kira antara 80 hingga 100-an pengunjung," ungkapnya. (dal)

0 komentar