Fanny Rifqy El Fuad
PEKALONGAN - Keberadaan pasar perdana yang menawarkan sahamnya untuk pertama kali memang perlu diketahui para pelaku bisnis saham. Dan kaitannya sebagai investor pemula bisa saja menyimpulkan apakah lebih baik berinvestasi di pasar perdana terlebih dahulu dan kemudian bertransaksi di pasar sekunder. Serta apakah membeli saham di pasar perdana selalu untung terkait dengan faktor resiko, serta bagaimana dengan potensi tingkat keuntungan dibandingkan dengan pasar sekunder.
Fanny Rifqy El Fuad, Head of Representatives Capital Market Information Centre Pekalongan menjelaskan bahwa pasar perdana adalah pasar dimana untuk pertama kalinya sebuah perusahaan menawarkan sahamnya ke publik. Praktis, harga saham yang ditawarkan lebih mengacu pada proses pembentukan harga saat dilakukan pada tahap pemesanan saham. Dalam proses penetapan harga berdasarkan book building method, harga ditentukan oleh besarnya volume terhadap harga penawaran yang masuk.
Gambarannya begini. Misalnya PT ABC go public menawarkan 100 juta saham. Hasil due dillegence dengan pihak penjamin emisi, saham PT ABC akan ditawarkan pada kisaran harga Rp 850 hingga Rp 1.000 per saham. Nah, jika volume pemesanan terbesar misalnya terjadi pada harga Rp 950, maka nilai inilah yang ditetapkan sebagai harga penawaran umum (initial public offering – IPO) ke masyarakat. Dengan begitu, pembentukan harga di pasar perdana juga ditentukan oleh mekanisme pasar, berdasarkan besarnya demand yang masuk. Teknik ini dinilai lebih fair.
Pertanyaannya apakah saat masuk pasar sekunder nanti, harga saham yang dibeli di pasar perdana pasti naik? Tentu saja tidak ada jaminan bahwa saat masuk pasar sekunder harga saham akan naik. Meski begitu, kemungkinan ini bisa diukur dengan melihat hasil pemesanan ketika IPO dilakukan, apakah over subscribed, fully subscribed atau under subscribed. Hasil ini sangat menentukan minat investor di pasar sekunder.
Jika hasil pemesanan menunjukkan over subscribed berarti jumlah investor yang berminat membeli saham PT ABC melebihi jumlah saham yang ditawarkan. Di atas kertas, jika kondisi ini terjadi semestinya harga saham akan naik. Sebaliknya jika hasil pemesanan ternyata under subscribed, maka kemungkinan saat masuk ke pasar sekunder harganya akan terkoreksi. Ini merupakan mekanisme pasar biasa.
Selain itu, faktor lain yang ikut menentukan adalah kondisi pasar atau sentimen pasar secara keseluruhan saat emiten listing perdana. Artinya, hasil IPO yang oversubscribed bukan jaminan seratus persen bahwa harga saham akan meningkat di pasar sekunder. Jika tiba-tiba kondisi pasar sedang bearish, bukan tidak mungkin minat investor di pasar sekunder juga menyusut sehingga harga tidak terdongkrak naik.
Menyinggung potensi keuntungan di antara pasar perdana dan pasar sekunder tidak bisa dibedakan antara pasar yang satu dengan yang lain. Baik pasar perdana maupun pasar sekunder menyimpan potensi yang sama besarnya dan tingkat risiko yang sama.(Tim BEI/dalal muslimin)
PEKALONGAN - Keberadaan pasar perdana yang menawarkan sahamnya untuk pertama kali memang perlu diketahui para pelaku bisnis saham. Dan kaitannya sebagai investor pemula bisa saja menyimpulkan apakah lebih baik berinvestasi di pasar perdana terlebih dahulu dan kemudian bertransaksi di pasar sekunder. Serta apakah membeli saham di pasar perdana selalu untung terkait dengan faktor resiko, serta bagaimana dengan potensi tingkat keuntungan dibandingkan dengan pasar sekunder.
Fanny Rifqy El Fuad, Head of Representatives Capital Market Information Centre Pekalongan menjelaskan bahwa pasar perdana adalah pasar dimana untuk pertama kalinya sebuah perusahaan menawarkan sahamnya ke publik. Praktis, harga saham yang ditawarkan lebih mengacu pada proses pembentukan harga saat dilakukan pada tahap pemesanan saham. Dalam proses penetapan harga berdasarkan book building method, harga ditentukan oleh besarnya volume terhadap harga penawaran yang masuk.
Gambarannya begini. Misalnya PT ABC go public menawarkan 100 juta saham. Hasil due dillegence dengan pihak penjamin emisi, saham PT ABC akan ditawarkan pada kisaran harga Rp 850 hingga Rp 1.000 per saham. Nah, jika volume pemesanan terbesar misalnya terjadi pada harga Rp 950, maka nilai inilah yang ditetapkan sebagai harga penawaran umum (initial public offering – IPO) ke masyarakat. Dengan begitu, pembentukan harga di pasar perdana juga ditentukan oleh mekanisme pasar, berdasarkan besarnya demand yang masuk. Teknik ini dinilai lebih fair.
Pertanyaannya apakah saat masuk pasar sekunder nanti, harga saham yang dibeli di pasar perdana pasti naik? Tentu saja tidak ada jaminan bahwa saat masuk pasar sekunder harga saham akan naik. Meski begitu, kemungkinan ini bisa diukur dengan melihat hasil pemesanan ketika IPO dilakukan, apakah over subscribed, fully subscribed atau under subscribed. Hasil ini sangat menentukan minat investor di pasar sekunder.
Jika hasil pemesanan menunjukkan over subscribed berarti jumlah investor yang berminat membeli saham PT ABC melebihi jumlah saham yang ditawarkan. Di atas kertas, jika kondisi ini terjadi semestinya harga saham akan naik. Sebaliknya jika hasil pemesanan ternyata under subscribed, maka kemungkinan saat masuk ke pasar sekunder harganya akan terkoreksi. Ini merupakan mekanisme pasar biasa.
Selain itu, faktor lain yang ikut menentukan adalah kondisi pasar atau sentimen pasar secara keseluruhan saat emiten listing perdana. Artinya, hasil IPO yang oversubscribed bukan jaminan seratus persen bahwa harga saham akan meningkat di pasar sekunder. Jika tiba-tiba kondisi pasar sedang bearish, bukan tidak mungkin minat investor di pasar sekunder juga menyusut sehingga harga tidak terdongkrak naik.
Menyinggung potensi keuntungan di antara pasar perdana dan pasar sekunder tidak bisa dibedakan antara pasar yang satu dengan yang lain. Baik pasar perdana maupun pasar sekunder menyimpan potensi yang sama besarnya dan tingkat risiko yang sama.(Tim BEI/dalal muslimin)
0 komentar
Posting Komentar