PEKALONGAN - Kondisi perekonomian yang sampai saat ini belum begitu terlihat perkembangan ke arah positif. Per tanggal 25 November 2008 kurs jual Rupiah terhadap US$ mencapai 12.900 sedangkan kurs beli 11.900. Lambat laun ini akan dirasakan oleh pebisnis, utamanya dunia keuangan. Seperti halnya akan dirasakan pula oleh BPR Bank Pasar Kota Pekalongan. Serta disatu sisi perhatian pemerintah terhadap BPR cenderung menganaktirikannya. Seperti ditandaskan oleh Direktur BPR Bank Pasar Kota Pekalongan Dian Nusawati, SE MSi kepada Radar Selasa kemarin (25/11) di sela-sela Musyawarah Olahraga Kota KONI Pekalongan di Hotel Istana.
"Satu sampai dua tahun kira-kira baru bisa pulih, memang untuk sementara ini BPR belum begitu terasa sekali imbasnya. Tetapi tahun 2009 pasti, karena pertama otomatis daya beli dari debitur semakin lemah sehingga nantinya timbul kredit yang kurang lancar. Kedua, adanya persaingan suku bunga antara BPR dengan bank umum. Meskipun saat ini bank umum penjaminan sudah dibatasi tapi pada realitasnya bank umum suku bungannya sangat tingi. Secara otomatis BPR tersaingi, karena disatu sisi bunga untuk kredit tidak bisa sewaktu-waktu dinaikkan, tapi disisi lain bunga simpanan harus bisa mengikuti situasi pasar," tandasnya.
Dian mengungkapkan jika kondisi perekonomian ini tidak ada perbaikan maka BPR dipastikan akan terkena imbasnya. "Kita berdoa tidak begitu terasa. Tetapi kalau kondisi semacam ini tidak ada perbaikan. Saya yakin pasti BPR sebagai lembaga keuangan akan terkena imbasnya," jelasnya.
Langkah-langkah penanganan yang diambil pemerintahsaat inipun dianilainya masih berat sebelah, sebab masih cenderung mengutamakn bank umum. "Mungkin untuk pemerintah dalam hal ini sudah ada langkah yang kongkrit dalam artian bahwa dalam hal cadangan untuk pemberian penguatan cadangan devisa ada, namun justru untuk bank umum yang lebih diutamakan, dalam hal ini BPR belum. Bisa dikatakan BPR dianaktirikan. Tetapi intinya satu, yang penting kita bisa menggalang dana dari masyarakat," tegasnya. Meskipun hal ini akan beresiko terhadap laba atau penghasilan atau pendapatan yang otomatis akan berkurang. Strike menjadi semakin kecil, karena adanya kenaikan suku bunga simpanan tidak secara otomatis menaikkan suku bunga pinjaman.
Dijelaskan, bahwa suku bunga di BPR untuk kredit saat ini antara 1,3 - 1,75%, sedangkan untuk simpanan yang semula maksimal 10% sekarang menjadi 13%. "Ini sesuai dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hanya penjaminan yang semula 100 juta menjadi 2 milyar, itu sedikit banyak membantu BPR," lanjutnya.
BPR yang menggarap sektor riil dan usaha kecil menengah serta berbagai industri rumah tangga, dinilai belum begitu terkena dampaknya, sebab tidak berhubungan dunia luar negeri. "Sebetulnya kalau industri rumah tangga atau UKM tidak begitu terasa kena dampaknya, karena tidak berhubungan langsung dengan pembayaran luar negeri," jelasnya. Hal ini tidak menjadikan pihaknya mengurangi kredit kepada nasabah, hanya lebih selektif saja dalam pemberiannya.Hal ini kaitannya dengan penilaian agunan yang harus disesuaikan dengan kondisi usaha dan nilai pasarnya, "Dana yang kita terima dari masyarakat harus dikelola dengan benar, sehingga harus hati-hati dalam penyaluran kredit," bebernya.
Untuk saat ini penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) di BPR sendiri perbandingannya masih tinggi. "LDR perbandingan antara simpanan dengan dana yang diterima, berkisar 85%. Jadi masih bisa untuk ekspansi, karena idealnya sampai 95%. Namun untuk situasi seperti ini kita wait and see, lihat perkembangan situasi," ungkapnya tegas.
Dirinya berharap kepada pemerintah melalui BI agar lebih memperhatikan lembaga keuangan, khususnya BPR. Jangan sampai seperti dana BLBI yang juga ditujukan kepada bank umum. "Kita perlu mendapat perhatian dari pemerintah," pungkasnya berharap. (dalal muslimin)
0 komentar
Posting Komentar