**Menilik Sentra Sapu di Botosari
Mahalnya harga bahan baku menjadikan para pengrajin sapu mengalami masalah. Terutama untuk memasarkan hasil produksinya. Hal ini juga disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak menentu. Lantas?
Mahalnya harga bahan baku menjadikan para pengrajin sapu mengalami masalah. Terutama untuk memasarkan hasil produksinya. Hal ini juga disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak menentu. Lantas?
KAJEN - Melambungnya harga bahan baku untuk membuat sapu membuat pengrajin sapu cemara di Desa Botosari Paninggaran Kabupaten Pekalongan makin kesulitan untuk mengembangkan usahanya.
Dalam bulan ini pengrajin kesulitan mendapatkan bahan baku cemara. Karena mahalnya bahan baku. Untuk itu para pengrajin sapu terpaksa mendatangkan cemara dari luar daerah seperti dari Purbalingga.
Harga bahan baku cemara yang sebelumnya berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu per kuintal. Kini naik menjadi Rp 500 ribu per kuintal. Untuk Cemara yang kering dibeli dengan harga Rp 500 ribu per kuintal, sedangkan untuk cemara yang masih basah Rp 500 ribu per kuintal.
Selain itu, hujan yang sering mengguyur daerah Botosari juga menyebabkan para pengrajin sapu kesulitan untuk menjemur cemara walaupun saat ini bukan musim penghujan. Bahkan bahan baku ada yang membusuk karena tidak adanya sinar matahari.
Abdul Azis (29), salah satu pengrajin sapu mengatakan, "Sebagian besar penduduk Desa Botosari merupakan pengrajin sapu cemara. Sapu yang dibuat juga lebih variatif dan menarik diantaranya sapu bolet, sapu inul, sapu asoy, sapu rajut, dan sapu koyor. Untuk membuat satu sapu dibutuhkan waktu sekitar lima sampai sepuluh menit, tergantung kecakapan pengrajin," ungkapnya.
Abdul Azis juga mengeluhkan, karena mahalnya bahan baku saat ini yang mencapai Rp 500 ribu per kuintal. "Padahal untuk sapu yang sudah jadi saja, hanya dijual dengan harga Rp 2.000 hingga Rp 2.500 perbiji untuk sapu asoy dan koyor. Sapu Inul Rp 4.500 hingga Rp 5.000 perbiji. Sedangkan sapu bolet dijual dengan harga Rp 3.000 sampai Rp 3.500 perbiji. Biasanya saya memasarkan sapu-sapu ini setengah bulan sekali ke wilayah Kajen, Blado, Bandar, Batang, Comal, Kesesi," jelasnya. Dia menambahkan Selain di Pekalongan, sapu - sapu ini juga dipasarkan sampai ke Kota Solo dan Boyolali, dalam sekali pengiriman bisa mencapai tiga ribuan sapu. (anis)
Dalam bulan ini pengrajin kesulitan mendapatkan bahan baku cemara. Karena mahalnya bahan baku. Untuk itu para pengrajin sapu terpaksa mendatangkan cemara dari luar daerah seperti dari Purbalingga.
Harga bahan baku cemara yang sebelumnya berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu per kuintal. Kini naik menjadi Rp 500 ribu per kuintal. Untuk Cemara yang kering dibeli dengan harga Rp 500 ribu per kuintal, sedangkan untuk cemara yang masih basah Rp 500 ribu per kuintal.
Selain itu, hujan yang sering mengguyur daerah Botosari juga menyebabkan para pengrajin sapu kesulitan untuk menjemur cemara walaupun saat ini bukan musim penghujan. Bahkan bahan baku ada yang membusuk karena tidak adanya sinar matahari.
Abdul Azis (29), salah satu pengrajin sapu mengatakan, "Sebagian besar penduduk Desa Botosari merupakan pengrajin sapu cemara. Sapu yang dibuat juga lebih variatif dan menarik diantaranya sapu bolet, sapu inul, sapu asoy, sapu rajut, dan sapu koyor. Untuk membuat satu sapu dibutuhkan waktu sekitar lima sampai sepuluh menit, tergantung kecakapan pengrajin," ungkapnya.
Abdul Azis juga mengeluhkan, karena mahalnya bahan baku saat ini yang mencapai Rp 500 ribu per kuintal. "Padahal untuk sapu yang sudah jadi saja, hanya dijual dengan harga Rp 2.000 hingga Rp 2.500 perbiji untuk sapu asoy dan koyor. Sapu Inul Rp 4.500 hingga Rp 5.000 perbiji. Sedangkan sapu bolet dijual dengan harga Rp 3.000 sampai Rp 3.500 perbiji. Biasanya saya memasarkan sapu-sapu ini setengah bulan sekali ke wilayah Kajen, Blado, Bandar, Batang, Comal, Kesesi," jelasnya. Dia menambahkan Selain di Pekalongan, sapu - sapu ini juga dipasarkan sampai ke Kota Solo dan Boyolali, dalam sekali pengiriman bisa mencapai tiga ribuan sapu. (anis)
0 komentar
Posting Komentar